Rabu, 04 Juni 2008
Himpunan Mahasiswa Komunikasi (HIMAKOM) FISIP UNAS periode 2007/2008 akan mengadakan rangkaian kegiatan pada bulan Juni 2008 yang terdiri atas:
Pameran Komunikasi
Acara yang memamerkan hasil karya mahasiswa/i program studi Public Relation, Journalism, dan Advertising ini diadakan pada tanggal 18 Juni nanti. Acara ini pun akan dilanjutkan dengan bakti sosial.
Kuliah Umum
Kegiatan HIMAKOM yang bertemakan "Democracy of Press" ini dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 13 Juni 2008. Acara ini pun dihadiri oleh:
Edwin Arifin (Peneliti PSIK)
Sabam Leo Batubara (Wakil Ketua Dewan Pers)
Bayu Sutiyono (Produser Liputan 6 Pagi)
Jumat, 07 Maret 2008
WHADZ ON
UNAS sebagai satu-satunya universitas swasta di Jakarta yang menyelenggarakan program studi sastra Indonesia.
Cuma ada 4 Universitas yang menyelenggarakan program studi Teknik Fisika yaitu 3 universitas negeri dan 1 universitas swasta, salah satunya yaitu UNAS.
Pada malam tahun baru 1907, Presiden AS Theodore Roosevelt berjabat tangan dengan 8513 orang!!
(woow!! Ga cape pak?!! )
Kita nggak melihat dengan mata kita, tapi dengan otak kita. Mata hanya kamera yang dikendalikan oleh seperempat otak!! (istilah mata keranjang dah ga berlaku lagi dunz,,hohoho)
Jantung kita berdetak 101.000 kali per hari, selama kita hidup jantung berdetak sekitar 3 milyar kali dan memompa 400 juta liter darah!!
(ok guyz, udah saatnya kita menjaga dg baik jantung kita )
Minggu, 02 Maret 2008
SAP KOMUNIKASI POLITIK
Pertemuan Ke | Pokok Bahasan | Materi | Sumber/ Referensi |
1 | Penjelasan SAP dan kesepakatan proses belajar mengajar. | Menginformasikan satuan acara perkuliahan dalam satu semester. Memberikan penjelasan tentang komponen-komponen penilaian. Mengembangkan motivasi belajar mahasiswa/wi. | Sistem Pendidikan UNAS |
2 | Kajian Komunikasi Politik | Membahas komunikasi politik sebagai salah satu fungsi dari tujuh fungsi sistem politik. Dan bagaimana fokus kajian komunikasi politik menurut disiplin ilmu politik maupun ilmu komunikasi. | Alfian (1993); Nasution (1990) |
3 | Sistem Politik dan Komunikasi Politik | Membahas keberagaman sistem politik, dan bagaimana pengaruhnya timbal balik antara sistem politik dengan komunikasi politik | Alfian (1993); Rauf (1993) |
4 | Komunikator Politik | Membahas jenis-jenis komunikator politik (negarawan, politikus, profesional, aktivis). Bahasan meliputi karakteristik komunikator politik, serta mendeskripsikan karakteristik komunikator politik di Indonesia. | Nimmo (1989); Nasution (1990) |
5 | Pesan Politik | Membahas tiga jenis pembicaraan yang mempunyai kepentingan politik. Yaitu: pembicaraan kekuasaan; pembicaraan pengaruh, dan pembicaraan outoritas. Kemudian dilanjutkan dengan membahas sifat pembicaraan politik. | Nimmo (1989) |
6 | Saluran Komunikasi Politik | Membahas lima saluran politik: Struktur wawanmuka informal; Struktur sosial tradisional; Struktur masukan (input) politik; Struktur keluaran (output) politik; Media massa. | Nimmo (1989); Nasution (1990) |
7 | Tugas/diskusi kelas | Mahasiswa/wi diberi tugas berkenaan dengan materi yang telah dibahas pada tengah semester pertama. Tugas berupa laporan bacaan atau makalah, dan didiskusikan pada pertemuan ke 7. | |
UJIAN TENGAH SEMESTER | |||
8 | Khalayak komunikasi politik | Membahas kategoris khalayak komunikasi politik yang terdiri dari: a. publik umum (general public); b. publik yang penuh perhatian (the attentive public); c. elit opini dan kebijakan (the leadership public). Mendiskusikan khalayak komunikasi politik yang ideal pada suatu negara demokratis. | Nimmo (1989); Nasution (1990) |
9 | Efek komunikasi politik | Membahas efek komunikasi politik versi Nimmo, yaitu: sosialisasi politik; partisipasi politik; mempengaruhi pemungutan suara; serta pengaruh terhadap pembuatan kebijakan. Membahas juga tiga perspektif efek politik dari Brian McNair. | Nimmo (1989); Nasution (1990); McNair (2003) |
10 | Pemasaran politik | Membahas seperti pemasaran pada umum, para komunikator politik harus juga melakukan komunikasi pemasaran kepada stakeholders (khalayak terkait)-nya. Pemasaran politik berguna untuk memantapkan kredibilitas, mengenalkan dan membangun citra, mengundang keterlibatan khalayak, menunjukkan tanggung jawab sosial, mempertahankan dan menambah kostituennya, dsb. Bahasan meliputi tujuan-tujuan pemasaran politik dan bagaimana teknik pencapaian tujuan tersebut. | Brian McNair (2003); Kottler (2001); Hifni Alifahmi (2005); Kottler (2001) |
11 | Periklanan politik | Membahas empat fase dari tipe periklanan politik. Membahas juga tiga teknik periklanan, yaitu: imbauan iklan (advertising appeals), dan eksekusi iklan (advertising executions). | Brian McNair (2003); Kottler (2001) |
12 | PR Politik | Membahas humas politik berkenaan dengan 4 kegiatan. Yaitu : managemen media; managemen image; komunikasi internal; dan managemen informasi. Membahas juga kiat kegiatan humas politik. | Nimmo (1989); McNair (2003); Kottler (2001) |
13 | Peranan Pers Dalam Pengembangan Komunikasi Politik | Membahas bagaimana peranan pers pada suatu sistem politik. Bahasan meliputi pendekatan fungsionalis maupun konflik. | Rauf (1993); Saverin & Tankard (2001); McQuail (1987). |
14 | Tugas/diskusi | Mahasiswa/wi diberi tugas berkenaan dengan materi yang telah dibahas pada tengah semester terakhir. Tugas berupa laporan bacaan atau makalah, dan didiskusikan pada pertemuan ke 14. | |
UJIAN AKHIR SEMESTER |
Daftar referensi:
Alfian, 1993, Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia, Jakarta: Gramedia.
Alifahmi, Hifni, 2005, Sinergi Komunikasi Pemasaran, Jakarta: PT Mizan Pustaka.
Kotler, Philip, 1997, Marketing Management ed. 9th, perj. Hendra teguh dan Rony Rusli, Jakarta: PT Prenhallindo.
McNair, Brian, 2003, An Introduction to Political Communication, ed. 3rd,
Nasution, Zulkarmaen, 1990, Komunikasi Politik Suatu Pengantar, Jakarta: Yudhistira.
Nimmo, Dan, 1989. Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek (Edisi Terjemahan oleh Tjun Surjaman), Edisi Kedua. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
_______. 1989. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan dan Media (Edisi Terjemahan oleh Tjun Surjaman). Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Suwardi, Harsono, 1993.,Peranan Pers dalam Politik di Indonesia, Suatu Studi Komunikasi Politik Terhadap Liputan Berita Kampanye Pemilu 1987. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Rauf, Maswadi, 1993,
Saverin & Tankard, 2001, Communication Theories: Origins, Methods, & Uses in the Mass Media, Addison Wesley Longman, Inc.
SAP SISTEM KOMUNIKASI INDONESIA
Materi kuliah | Tujuan | Acuan |
1. Pengantar kuliah | Memberi pengertian tentang acara perkuliahan selama satu semester, dan komponen-komponen penilaian terhadap mahasiswa. | |
2. Pengertian Sistem Komunikasi | Membahas pengertian sistem dan komunikasi. Memetakan sistem komunikasi sebagai subsistem dari sistem yang lebih besar (sistem sosial, politik, budaya). | Littlejhon (1999); Nurudin (2004); Redi Panuju (1997) |
3. Sistem Komunikasi Indonesia | Membahas karakteristik Sistem Komunikasi Indonesia. Bahasan mengacu pada nilai-nilai, norma-norma, dan hukum yang merumuskan bagaimana seharusnya komunikasi berlangsung atau terjadi, serta fakta-fakta empiris yang secara obyektif benar-benar ada atau terjadi. | Nurudin (2004); Redi Panuju (1997); Eillers (1995) |
4. Komunikasi sebagai proses sosial, politik, dan budaya | Membahas komunikasi merupakan interaksi sosial; komunikasi politik merupakan salah satu dari fungsi sistem politik; komunikasi merupakan budaya dan proses budaya. | Alfian (1993); Nurudin (2004); Panuju (1997) |
5. Kebebasan Berpendapat dan Demokrasi | Membahas komunikasi sebagai pancaran nilai-nilai demokrasi, dan terciptanya ruang publik (public sphere). | Nurudin (2004); Panuju (1997) |
6. Sistem Komunikasi dan sistem Politik | Membahas sistem komunikasi sebagai subsistem politik. Bahasan meliputi tipe-tipe sistem politik dan pengaruhnya pada sistem komunikasinya. | F. Rachmadi (1990); Alfian (1993); Said (1988). |
7. Tugas dan diskusi | Menyelenggarakan diskusi kelas, materi bersumber dari tugas mahasiswa. | |
Ujian tengah semester | ||
8. Media Komunikasi Tradisional | Membahas pengertian media tradisional; bagaimana nilai-nilai budaya dipancarkan oleh media tradisonal; penyesuaian penyajian media tradisional pada media massa. | Nurudin (2004); Jahi (1988); Panuju (1997); Oepen (1988). |
9. Sistem Pers Indonesia | Membahas sejarah pers | Nurudin (2004): UU no 40 tahun 1999 |
10. Segmentasi Majalah & Tabloid | Membahas keragaman media | |
11. Sistem Penyiaran | Membahas penyiaran publik; swasta; komunitas; dan berlangganan mengacu pada UU no 32/2002 | Agus Sudibyo (2004); UU no 32 tahun 2002. |
12. Peranan Pemimpin Pendapat dalam Sistem Komunikasi Indonesia | Membahas pengertian pemimpin pendapat, jaringan komunikasi sosial, model komunikasi massa alur dua tahap dan multi tahap. | Rogers & Shoemaker (1987); Nurudin 2004); Panuju (1997). |
13. Tugas dan diskusi | Menyelenggarakan diskusi kelas, materi bersumber dari tugas mahasiswa. | |
14. Tugas dan diskusi | Menyelenggarakan diskusi kelas, materi bersumber dari tugas mahasiswa. | |
Ujian akhir semester |
Bahan Acuan Utama
Nurudin, Sistem Komunikasi Indoneisa, Rajawali Press, Jakarta, 2004.
Panuju, Redi, Sistem Komunikasi Indonesia, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997.
Bahan Acuan Penunjang
Agus Sudibyo, Ekonomi Politik Media Penyiaran, Lkis, Yogyakarta, 2004
Alfian, Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia, Gramedia, Jakarta 1993
Haris Sumadirria, Penulisan Artikel dan Tajuk Rencana, Simbiosis, Bandung, 2005
Oepen, Manfred, (ed), “Development Support Communication in Indonesia”, dalam Umar Basalim, Penerj., Media Rakyat, Komunikasi Pengembangan Masyarakat, P3M, Jakarta, 1988.
Rogers, Everet M dan F. Floyd Shoemaker, “Communication of Inovations”, dalam Abdillah Hanafi, Penerj., Memasyarakatkan Ide-Ide Baru, Usaha Nasional, Surabaya, 1987.
Jahi, Amri, Komunikasi Massa dan Pembangunan Pedesaan di Negara-Negara Dunia ke Tiga, Gramedia, Jakarta, 1988.
Eilers, Josef, Communicating Between Cultures, An Introduction to Intercultural Communication dalam Tandowidjojo, Penerj., Berkomunikasi Antara Budaya, Nusa Indah, Flores, 1995.
Effendy, O Uchjana, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, Rosdakarya, Bandung, 1994.
Little John, Stephen W, Theories of Human Communication, 6th Ed.,
Shoemaker, Pamela J., dan Reese, Stephen D., Mediating the Message, Theories of Influences on Media Contenct, 2nd Ed.,
Widyatama, Pustaka, Hukum Jurnalistik, Yogyakarta, 2003
Kahya, Eyo, Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers, Bandung, 2004
Maswadi Rauf dan Mappa Nasrun, 1993, Indonesia dan Komunikasi Politik, Gramedia, Jakarta.
F. Rachmadi, 1990, Perbandingan Sistem Pers: Analisis Deskriptif Sistem Pers di Berbagai Negara, Gramedia, Jakarta.
Dan Nimmo, 1984, Komunikasi Politik, Rosdakarya, Bandung.
Tribuana Said, 1988, Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila, CV Haji Masagung, Jakarta.
Rabu, 27 Februari 2008
mohon doa n dukungan
Untuk itu kami mohon doa dan dukungannya untuk meraih hasil terbaik.
Rabu, 19 Desember 2007
KOMUNIKASI SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN
(Oleh: Adi Prakosa)
Sejarah Ilmu Komunikasi.
Berdasarkan latar belakang sejarah, ilmu komunikasi telah mengalami perkembangan yang memerlukan waktu cukup panjang. Bermula dari suatu keterampilan tentang persuratkabaran (Zaitungskunde di Eropa, dan Jurnalistik di Amerika) kemudian berkembang dan berubah menjadi suatu disiplin ilmu yang bernama ilmu komunikasi.
1. Perkembangan di Eropa.
Suratkabar sebagai studi ilmiah mulai menarik perhatian pada tahun 1884. studi tentang pers muncul dengan nama Zaitungskunde di Universitas Bazel (swiss, dan delapan tahun kemudian (1892) muncul juga di Universitas Leipzig di Jerman. Kehadiran pengetahuan persuratkabaran ini semakin menarik perhatian ilmuwan. Pakar sosiologi, Max Weber, pada Konggres Sosiologi (1910) mengusulkan agar sosiologi pers dimasukkan sebagai proyek pengkajian sosiologi di samping sosiologi organisasi. Weber pun telah meletakkan dasar-dasar ilmiah bagi pengkajian pers sebagai studi akademik. Sepuluh tahuan kemudian pakar sosiologi lainnya, Ferdinant Tonnies, mengkaji sifat pendapat umum dalam masyarakat massa. Dalam hubungan antara pers dan pendapat umum itulah kemudian yang menaikkan gengsi suratkabar menjadi ilmu dengan nama Zaitungswissenschaft (ilmu suratkabar) pada tahun 1925. dengan demikian persuartkabaran tidak tidak lagi dipandang sebagai keterampilan belaka (Zaitungskunde), melainkan telah tumbuh sebagai suatu disiplin ilmu.
Munculnya radio dan film pada awal abad ke-20 membuka pengkajian baru yang lebih luas daripada suratkabar. Demikian pula dengan berkembangnya kajian mengenai pendapat umum dan kajian retorika, semakin meluaskan disiplin ilmu ini, sehingga tidak dapat lagi ditampung dalam oleh Zaitungswissenschaft. Untuk itu pada tahun 1930 Walter Hagemann mengusulkan dan memperkenalkan nama Publizistik sebagai suatu disiplin ilmu yang mencakup bukan saja suratkabar, tetapi juga radio, film, retorika, dan pendapat umum. Menurut Hagemann, Publisistik adalah ilmu tentang isi kesadaran yang umum dan aktual.
Dalam perkembangan selanjutnya Publisistik semakin mendapat pengakuan sebagai salah-satu disiplin ilmu dalam ilmu sosial. Obyek penelitiannya bukan lagi suratkabar melainkan offentiche aussage (pernyataan umum). Kemudian Emil Dofivat menyebut publisistik sebagai segala upaya menggerakkan dan membimbing tingkah laku khalayak secara rohaniah. Dengan demikian publisistik diakui sebagai suatu kekuatan yang dapat mengendalikan tingkah-laku manusia dan mewarnai perkembangan sejarahnya.
2. Perkembangan di Amerika.
Ilmu komunikasi massa berkembang di Amerika Serikat melalui jurnalistik. Sebagai sutau keterampilan mengenai suratkabar, jurnalistik, sudah mulai dikenal sejak tahun 1970. Namun sebagai pengetahuan yang diajarkan di universitas, barulah mulai dirintis oleh Robert Leo di Washington College pada tahun 1870. pada waktu ini jurnalistik belum mendapat penghargaan ilmuwan, karena diajarkan hanyalah hal-hal yang bersifat teknis. Namun setelah Bleyer memasukkan Jurnalistik sebagai minor program Ilmu Sosial di Universitas Wisconsin tahun 1930-an, mulailah jurnalistik berkembang sebagai suatu disiplin ilmu. Hal ini lebih berkembang lagi setelah Perang Dunia II, karena semakin pakar dari disiplin sosiologi, politik dan psikologi yang melakukan pengkajian berbagai aspek dari suratkabar, radio, film dan televisi. Pada masa ini para pakar tersebut semakin merasa bahwa jurnalistik tidak lagi mampu menampung berbagai pengkajian yang telah mereka lakukan, sehingga perlu memberi nama yang lebih sesuai yaitu ilmu Komunikasi Massa[1], sehingga obyek kajiannya tidak hanya mengenai suratkabar, melainkan mencakup juga radio, film dan televisi. Keempat media itu disebut media massa. Tokoh-tokoh utama dalam periode ini antara lain Harold D. Laswell, Carl I. Hovland, Paul Lazarsfeld dan Ithiel de Sola Pool. Dasar ilmiah ilmu ini semakin kokoh, dan metodoginya semakin disempurnakan.
Perkembangan ke arah lahirnya ilmu komunikasi dimulai tahun 1950-an. Para ilmuwan sosiologi, politik, dan komunikasi massa mengembangkan studi mengenai pembangunan, terutama ditujukan pada negara-negara yang baru merdeka setelah Perang Dunia II. Hal ini dimaksudkan untuk membantu negara-negara tersebut melakukan pembangunan dan perubahan berencana terutama di bidang ekonomi, sosial dan politik. Berkembangnya studi tentang pembangunan ini seperti sosiologi pembangunan, ekonomi pembangunan, pembangunan politik, dan komunikasi pembangunan, menimbulkan kesadaran bagi para ilmuwan tersebut bahwa ilmu komunikasi massa, dirasa semakin tidak mampu menampung kegiatan ini, sehingga perlu diperluas menjadi ilmu komunikasi saja (massanya dihilangkan). Dengan demikian kajiannya tidak hanya menyangkut media massa saja, tetapi sudah mencakup komunikasi sosial seperti penyuluhan, ceramah dan retorika. Hal ini lebih diperkuat lagi oleh berbagai studi yang menemukan bahwa yang lebih berperan dalan proses perubahan dalam masyarakat terutama dalam penyebaran gagasan baru dan teknologi baru , justru bukan media massa, melainkan komunikasi tatap muka (persona).
Tokoh utama yang telah membawa ilmu komunikasi massa menjadi ilmu komunikasi adalah Wilbur Schramm. Ia adalah seorang sarjana bahasa Inggris yang tertarik kepada kajian komunikasi, karena memimpin sebuah University Press. Schramm yang kemudian memimpin Departemen Komunikasi Massa di Universitas Iowa, dan memimpin penelitian komunikasi di Stanford dan East West Center. Tokoh lainnya adalah Daniel Lerner, dan Everet M. Rogers.
3. Perkembangan di Indonesia.
Kajian ilmu komunikasi di tanah air dimulai dengan nama Publisistik, dengan dibukanya jurusab Publisistik di Fakultas Sosial dan Politik di Universitas gajah mada pada tahun 1950. Juga di Fakultas Hukum dan Ilmu Pengetahuan Masyarakat di Universitas Indonesia pada tahun 1959. Demikian juga pada tahun 1960 di Universitas Pajajaran Bandung dibuka Fakultas Jurnalistik dan Publisistik. Melalui proses yang panjang lahirlah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 107/82 tahun 1982. Keppres ini membawa penyeragaman nama disiplin ilmu ini menjadi ilmu komunikasi.
Beberapa tokoh yang telah berjasa memasukkan ilmu komunikasi ke Indonesia dan kemudian mengembangkannya di Universitas antara lain: Drs. Marbangun, Sundoro, Prof. Sujono Hadinoto, Adinegoro, dan Prof. Dr. Mustopo. Pada tahun 1960-an, deretan tokoh ini bertambah lagi dengan datangnya dua orang pakar dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yaitu Dr. Phil. Astrid S. Susdanto dari Jerman Barat (1964); dan Dr. M. Alwi Dahlan (beliau secara langsung diajar oleh Wilbur Schramm) dari Amerika Serikat (1967).
Obyek Kajian Ilmu Komunikasi.
Berangkat dari paparan di atas, obyek studi ilmu komunikasi dengan sendirinya bukan hanya surat kabar (ilmu pers/jurnalistik), bukan pula hanya media massa (ilmu komunikasi massa), atau pernyataan umum (publisistik) melainkan komunikasi atau pernyataan antar manusia.
Harold D. Laswell (1948) dengan paradigmanya ”Who says what in which channel to whom with what effect” menyatakan bahwa obyek kajian komunikasi berupa:
ü Analisis sumber (komunikator)
ü Analisis isi (pesan)
ü Analisis media (saluran)
ü Analisis khalayak (komunikan)
ü Analisis efek (dampak).
Lebih mendalam, Garbner (1976) dalam Studies In Mass Comunication, The Anneberg School Of Communications, meyakini bahwa obyek kajian ilmu komunikasi meliputi: Seseorang (komunikator dan komunikan); Persepsi; Reaksi (efek dan efektivitas); Situasi (politik, ekonomi, dan lain-lain); Sarana (media, saluran dan fasilitas); Material (administrasi); Bentuk (struktur, gaya dan pola); Konteks; Isi (makna pesan); danKonsekuensi ((perubahan menyeluruh).
Kaitan dengan ilmu lainnya.
Sebelum berdiri sendiri sebagai suatu disiplin dalam kelompok sosial, maka sesuai latar belakang sejarahnya, embrio ilmu komunikasi dipelajari sebagai bagian dari sosiologi di Jerman dan tercakup dalam departemen bahasa Inggris di Amerika. Sudah menjadi nasib bahwa ilmu ini dikembangkan dan diperjuangkan oleh pakar dari disiplin lain, bahkan dasar-dasarnya sebagai kajian ilmiah dan metodologinya berasal dari berbagai disiplin ilmu.
Sejak awal hingga kini, memang banyak ilmuwan dari berbagai disiplin telah memberikan sumbangan kepada ilmu komunikasi. Antara lain Harold D. Lasswell (ilmu Politik), Max Weber, Daniel Lehner, Everet M. Rogers (Sosiologi), Carl I. Hovland, Paul Lazarsfeld (Psikologi), Wilburn Schramm (Bahasa), Shannon dan Weaver (Matematika dan Teknik). Keterlibatan berbagai disiplin ilmu dalam membesarkan ilmu komunikasi ini dimaknai oleh Fisher (1986) bahwa ilmu komunikasi mencakup semua dan bersifat sangat eklektif (menggabungkan berbagai bidang).
Eklektisme dari ilmu komunikasi sebagai suatu bidang studi memang telah membawa hikmah tersendiri, yaitu melahirkan beragam teori-teori komunikasi maupun konsep-konsep tentang komunikasi[2]. Fisher (1986) merangkum konsep-konsep komunikasi dalam empat perspektif, yaitu: Mekanistis; Psikologi; Intereksional; Pragmatis. Pengaruh konsep-konsep ilmu fisika sangat kelihatan pada perspektif mekanistis. Kemudian pengaruh psikologi paling jelas nampak pada perspektif psikologi yang merupakan pengembangan dari perspektif mekanistis dengan menerapkan teori S-R (stimulus-respons). Sedangkan pengaruh sosiologi nampak pada perspektif interaksional (bersumber dari teori interaksi simbolik) dan perspektif pragmatis (bersumber dari teori sistem).
Lahirnya perspektif komunikasi sebagai sumbangan berbagai disiplin, tidaklah menghabiskan hubungan ilmu komunikasi dengan ilmu-ilmu lainnya. Ilmu komunikasi yang telah tumbuh sebagai disiplin sendiri (bersifat eklektif), tentu masih berhak ’bekerja sama’ dengan ilmu-ilmu lainnya. Kerja sama itu kemudian melahirkan berbagai subdisiplin seperti: komunikasi politik (dengan ilmu politik); sosiologi komunikasi (dengan sosiologi); psikologi komunikasi (dengan psikologi); komunikasi organisasi (dengan ilmu administrasi); komunikasi antarbudaya (dengan antropologi); dan lain-lain.
Daftar pustaka
Anwar Arifin, 2002, Ilmu Komunikasi: Sebuah Pengantar Ringkas, Jakarta: Raja Gafindo Persada.
Em
Onong Effendy, 1994, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Aubrey Fisher, 1986, Teori-teori Komunikasi (penyunting: Jalaludin Rakmat), Bandung: Remaja Karya.
[1] Anwar Arifin (2002) mencatat bahwa sesungguhnya ilmu komunikasi
[2] Em
- The Socio-Psychological Tradition (komunikasi adalah pengaruh hubungan antar pribadi).
- The Cybernetic Tradition (komunikasi adalah pengolahan informasi).
- The Rhetorical Tradition (komunikasi adalah kecerdikan (artful) yang ditujukan kepada publik).
- TheSemiotic Tradition (komunikasi adalah proses dalam berbagi makna melalui tanda).
- The Socio-Cultural Tradition (komunikasi adalah penciptaan dan pengundangan(enactment) kenyataan sosial).
- The Critical Tradition (komunikasi adalah refleksi penolakan terhadap wacana yang tidak adil).
- The Phenomenological Tradition (komunikasi adalah pengalaman diantara diri dan orang lain melalui dialog).
- The Ethical Tradition (komunikasi adalah sifat interaksi yang adil dan menguntungkan dari orang-orang).